Sekolah Dai Hidayatullah Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara (Sultan Batara) menandai dimulainya penyelenggaraan pendidikan untuk angkatan ke-3 dengan Kuliah Umum.
Kuliah Umum ini menandai dimulainya pendidikan pengkaderan dai di Sekolah Dai tahun 2021/2022 yang digelar pada 10-12 September bertempat di Gedung Peradaban Pusat Dakwah Hidayatullah Sulsel, Kota Parepare, dengan tema “Mencetak Kader Dai untuk Khidmat Umat dan Bangsa Bermartabat”.
“Kegiatan ini menjadi kegiatan pembuka bagi peserta angkatan ke-3 yang akan dilanjutkan dengan orientasi sebelum perkuliahan di mulai pada akhir bulan September,” kata Direktur SDH Sultanbatara Parepare Ust Habibi Nur Salam.
Habibi megatakan, untuk tahun ini SDH Sultanbatara yang berpusat Parepare menerima sebanyak 25 peserta yang sebaran utusannya dari tiga wilayah yaitu, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat.
Kuliah Umum kali ini terasa cukup spesial karena diisi langsung oleh Ketua dan Anggota Dewan Pertimbangan, Ketua Umum DPP dan Ketua Dewan Murabbi Pusat.
“Kita memanfaatkan keberadaan beliau semua di sini yang juga hadir sebagai Pemateri pada Daurah Marhalah Wustha di Pinrang, untuk memberikan suntikan semangat agar para peserta SDH semakin kuat azzamnya untuk mengikuti seluruh rancangan pembelajaran di SDH selama setahun ini,” terang Ust Reskyaman, Kadep Dakwah DPW Hidayatullah Sulsel.
Ketua Umum DPP Hidayatullah, Ust Nashirul Haq, dalam penyampaiannya mengatakan, kehadiran peserta menempuh masa pendidikan di SDH adalah sebuah karunia dari Allah SWT.
“Inilah jalan terbaik yang dipilihkan untuk kita. Setahun itu adalah waktu yang sangat singkat, namun dengan begitu kita dapat lebih fokus dan konsentrasi menerima materi pembelajaran,” katanya berpesan.
Beliau menyampaikan, sebagai calon dai, berdakwah itu tak hanya sebatas menguasai ilmu sebagai bentuk teori.
Menurutnya, menjadi seorang dai dalam mengemban misi dakwah maka ada tiga proses yang mesti dilewati. Proses pertama, jelas dia, adalah tilawah, yaitu proses pembentukan karakter dengan al-Qur’an.
“Maka tidak ada waktunya terlewatkan kecuali bersama Al-Qur’an, sehingga menjadi dai yang kuat karakternya dan tangguh jiwanya,” kata Ust Nashirul.
Proses yang kedua, adalah tazkiyah. Melalui proses ini, seorang dai harus selalu berupaya “membersihkan” diri agar disucikan perilakunya sehingga senantiasa ikhlas dan sabar dalam menjalan misi dakwah sehingg siap ditugaskan kapan saja dan dimana saja.
“Mau ke Maroko atau ke Merauke, mau ke Washington atau ke Wamena, sama saja,” imbuhnya.
Lalu, proses yang ketiga adalah taklim. Beliau menjelaskan, dengan proses ini, seorang dai menjadikan dirinya sebagai pembelajar dimana yang tak pernah lelah untuk belajar dan menjadikan kerendahhatian sebagai perangainya.*/Sumariyadi
Sumber: Hidayatullah.or.id